Sejarah
munculnya pengemis
Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak
sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak
mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup
mengembara di tempat umum. Sedangkan, pengemis adalah orang-orang yang
mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan pelbagai cara
dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain. (Anon., 1980).
Humaidi, (2003) menyatakan bahwa gelandangan berasal dari kata gelandang yang
berarti selalu mengembara, atau berkelana (lelana).
Penyebab Munculnya Pengemis
a. Umur
Ternyata faktor umur memberikan pengaruh yang cukup signifikan, dimana sebagian
terbesar (sekitar 74,32 %) dari gelandangan dan pengemis yang ditemui adalah
berusia yang masih sangat muda, yaitu kurang dari 13 tahun
Kaum perempuan berumur lebih dari 40 tahun sepertinya memberikan peluang yang
lebih besar untuk memperoleh ”belas kasihan” dari penduduk kota. Kondisi
tersebut sangat wajar jika dikaji lebih lanjut dimana mereka akan mendapat
beberapa keuntungan, di antaranya adalah sebagai berikut: (i) calon pemberi
uang akan iba melihat seorang ibu dengan anak kecil yang digendongnya; (ii)
uang yang diperoleh akan lebih banyak, selain terkadang mereka diberikan juga
makanan, khususnya untuk anak yang digendongnya.
b. Pendidikan Formal
Berkenaan dengan faktor umur tersebut di atas, ternyata faktor
pendidikan juga turut mempengaruhi responden untuk melakukan kegiatan
menggelandang dan mengemis. Pada tingkat umur yang masih terkategori anak-anak,
semestinya mereka sedang mengikuti kegiatan pendidikan formal di sekolah.
Namun, mereka memilih menjadi Gepeng dibandingkan bersekolah karena tidak
memiliki kemampuan finansial untuk kebutuhan sekolah sebagai akibat dari
kemiskinan orang tua. Tidak berpendidikannya responden menyebabkan mereka tidak
memperoleh pengetahuan atau pemahaman tentang budi pekerti, agama dan ilmu
pengetahuan lainnya yang mampu menggugah hati mereka untuk tidak melakukan
kegiatan sebagai Gepeng.
c. Ijin Orang Tua
Seluruh anak-anak yang melakukan kegiatan menggelandang dan mengemis yang
mereka telah mendapat ijin dari orang tuanya dan bahkan disuruh oleh orang
tuanya. Melalui wawancara dengan beberapa tokoh masyarakat di desa, alasan
tersebut di atas juga dibenarkan mengingat kondisi sosial ekonomi orang tua
anak-anak yang menjadi Gepeng di dusun tergolong sangat miskin. Sehingga pada
musim kemarau, mereka ”terpaksa” membiarkan anaknya dan ”menyuruh” anaknya
untuk ikut mencari penghasilan guna membantu memenuhi kebutuhan rumah
tangganya.
d. Rendahnya Ketrampilan
Tidak memiliki ketrampilan yang dibutuhkan oleh dunia kerja
merupakan faktor penyebabnya pengemis. Kondisi ini sangat wajar terjadi karena
sebagian terbesar dari mereka adalah masih berusia yang belia atau muda.
Semestinya mereka sedang menikmati kegiatan akademik atau di dunia pendidikan.
Sementara mereka yang tergolong umur relatif lebih tua dan berjenis kelamin
perempuan sejak muda tidak pernah memperoleh pendidikan ketrampilan di desa.
Oleh karena itu, kegiatan menggelandang dan mengemis adalah pilihan yang paling
gampang untuk dilaksanakan guna memperoleh penghasilan secara mudah. Tetapi
menurut mereka, mengemis itu terkadang agak sulit untuk memperoleh uang karena
harus berkeliling dan mencoba serta mencoba untuk meinta-minta, dimana tidak
semua calon pemberi sedekah langsung memberikannya, dan bahkan tidak
memperdulikannya.
e. Sikap Mental
Kondisi ini terjadi karena di pikiran para Gepeng muncul kecendrungan bahwa
pekerjaan yang dilakukannya tersebut adalah sesuatu yang biasa-biasa saja,
selayaknya pekerjaan lain yang bertujuan untuk memperoleh penghasilan.
Ketiadaan sumber-sumber penghasilan dan keterbatasan penguasaan prasarana dan
sarana produktif, serta terbatasnya ketrampilan menyebabkan mereka menjadikan
mengemis sebagai suatu pekerjaan. Atau dengan kata lain, mereka mengatakan juga
bahwa tiada jalan lain selain mengemis untuk memperoleh penghasilan guna
memenuhi kebutuhan hidupnya.
Selain itu, sikap mental yang malas ini juga didorong oleh
lemahnya kontrol warga masyarakat lainnya atau adanya kesan permisif terhadap
kegiatan menggelandang dan mengemis yang dilakukan oleh warga karena keadaan
ekonomi mereka yang sangat terbatas. Sementara di sisi lain, belum dimilikinya
solusi yang tepat dalam jangka pendek bagi mereka yang menjadi Gepeng. Keadaan
yang demikian ini juga turut memunculkan dan sedikit menjaga adanya budaya
mengemis yang terjadi.
f. Faktor Eksternal/Lingkungan
Faktor lingkungan yang dimaksudkan adalah beberapa faktor yang
berada di sekeliling atau sekitar responden baik yang di daerah asal maupun di
daerah tujuan. Faktor-faktor tersebut di antaranya adalah: (i) kondisi
hidrologis; (ii) kondisi pertanian; (iii) kondisi prasarana dan sarana fisik;
(iv) akses terhadap informasi dan modal usaha; (v) kondisi permisif masyarakat
di kota; (vi) kelemahan pananganan Gepeng di kota.
g. Terbatasnya Akses Modal Usaha
Akses lainnya yang sulit untuk diperoleh adalah modal usaha.
Kesulitan ini diakibatkan karena perolehan modal usaha memerlukan berberapa
syarat yang sangat sulit untuk dipenuhi oleh warga dusun, termausk keluarga
Gepeng. Syarat utama yang dibutuhkan adalah adanya agunan yang berupa
sertifikat tanah. Warga dusun dan keluarga Gepeng tidak berani menyerahkan
sertifikat tanahnya sebagai agunan karena mereka tidak mau mengambil resko
terburuk, yaitu tanahnya disita jika usahanya tidak berhasil.
sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar